Wednesday, September 9, 2009
Naga
Naga (Traditional Chinese: 龍, Simplified Chinese: 龙 Hanyu Pinyin: lóng ) adalah makhluk legendaris dalam mitologi dan cerita rakyat Tiongkok, dan mempunyai persamaan dengan Naga dari Jepang, Korea, Vietnam, dan Turki. Dalam ilmu seni Tiongkok, naga biasanya digambarkan panjang dan berbelit-belit layaknya ular dengan empat kaki. Berbeda dengan naga Eropa yang dianggap jahat, naga Tiongkok tradisional adalah keberuntungan dan melambangkan kekuasaan serta mengontrol air, curah hujan dan banjir. Menurut terminologi Yin dan Yang, naga adalah Yang (laki-laki) dan melengkapi sebuah Yin (wanita) perwujudan dari makhluk legendaris lainnya dari Tiongkok yaitu Fenghuang "phoenix".
Naga juga kadang-kadang digunakan sebagai lambang nasional Cina. Namun, penggunaan ini di tidak umum dan lebih banyak digunakan sebagai lambang budaya. Naga juga adalah tema model tradisional, secara konseptual seiring dengan perubahan zaman masih mempertahankan ruang bagi perkembangannya dan mempertahankan keterkaitannya dengan kehidupan nyata, hal ini adalah faktor penting mengapa disain naga bisa bertahan beberapa ribu tahun. Dan di dalam pembentukan modelnya, sang naga menyesuaikan setiap latar belakang kebudayaan zamannya sehingga mengalami perubahan.
Ditilik dari disain naga pada setiap zaman, perubahan naga, bentuk sebelum dinasti Qin (abad ke-3 SM) dan sesudah dinasti Han (abad ke-3) bagaikan sebuah bukit pembagi air untuk gaya yang berbeda.
Seperti yang disampaikan oleh pakar seni Yuan Dexing: “Secara garis besar, hasil karya kesenian prasejarah adalah kemunculan awal hiasan naga, dari dinasti Yin–Shang (abad ke-17 SM) hingga ke Zhou Barat (abad ke-8 SM) adalah periode makmur, dari dinasti Han (206 SM - 220) sampai 6 dinasti (abad ke-3 - 7) adalah periode penyatuan gambar naga, sesudah dinasti Tang dan Song (abad ke-8) adalah tahapan penetapan bentuk naga.”
Perubahan disain naga berlangsung secara bertahap.Secara garis besar dikatakan, sebelum dinasti Shang–Zhou, bentuk disain naga agak abstrak, mulai dinasti Han hingga ke dinasti Sui–Tang lambat laun menjurus ke mendasar dan nyata, sesudah zaman Song menjurus bentuk disain naga yang telah distandarisasi.
Di dalam perkakas giok yang ditemukan pada situs Yin (殷, abad ke-23 SM), yang berkaitan dengan naga, minimal terdapat berbagai bentuk dan gaya seperti, hiasan giok bulat dengan lubang di tengah, batu giok persegi dengan grafir naga, gantungan giok dan naga giok yang dipahat 3 dimensi dan lain-lain. Hiasan naga di atas asesoris batu giok dari zaman Shang–Zhou (商周), kebanyakan berbentuk tubuh ular, di tubuhnya bahkan tergrafir sisik lengkung berkarakter simbolis, pada kepala naga ada cacat cuil.
Disain naga sejak dinasti Shang–Zhou, sampai zaman Musim Semi-Gugur Negara Saling Berperang (Chun Qiu-Zhan Guo, 春秋戰國), gayanya mulai berubah. Disain naga di zaman Zhan Guo khusus menekankan gerak dan penggunaan garis lengkung. Sebagian naga tanpa tanduk bahkan digantikan kepala hewan, dan mulai muncul corak sisik yang berbentuk awan gulung bersifat simbolis, terlihat lebih anggun, tak seperti pada masa awal yang bercirikan bentuk serius yang berpola.
Pada zaman Han (206–220 SM), di bawah pengaruh pemikiran alam dewata dari Taoisme, bentuk naga semakin kaya saja, sangat memikat dan penuh perubahan tak terduga. Hiasan naga di atas lukisan sutera zaman Han Barat di situs makam Mawangdui dekat kota Changsha, dengan gaya mulut ternganga dan lidah terjulur, di tubuhnya selain terdapat sisik, juga sayap dan empat kaki hewan yang ditumbuhi kaki cakar tajam. Dipengaruhi ajaran Lima Unsur (Wu Xing,五行) dan Yin Yang (陰陽), di zaman Han juga terdapat musim Empat Ling yakni naga hijau (Qing Long,青龍)、macan putih (Bai Hu,白虎)、pipit merah (Zhu Qie,朱雀) dan kura-kura (Xuan Wu, 玄武) .
Pada zaman dinasti Wei-Jin Utara dan Selatan (魏晉南北朝), lukisan di atas batu bata, relief, mural, di atas tenunan, di dalam gua kuil agama Buddha juga muncul beragam hiasan disain naga. “Gambar manusia terbang bermain naga” di atas batu bata dari situs jembatan Dan Yang Hu, propinsi Jiang Su adalah disain naga zaman dinasti Utara Selatan yang paling tipikal. Dilihat dari bentuknya, cabang tanduk naga bagaikan tanduk rusa, di dalam mulutnya terdapat geligi runcing, kaki bagai elang, memiliki cakar tajam, bak seekor naga yang sedang ngebut.
Di sebelah depan naga terdapat manusia terbang sedang mengarahkan, tangan manusia terbang itu menggenggam rumput dewa dan tungku dupa, pakaian dan sayap di tubuhnya melambai terkena angin. Di sebelah atasnya terdapat apsara (dewi terbang di dalam legenda budhis), dikelilingi dengan awan dan bunga-bunga beterbangan, mirip pemandangan di surga.
Zaman Wei-Jin secara total merefleksikan pentingnya makna spiritual dengan perwujudan gaya yang khas. Disain naga dari Wei-Jin di satu pihak memperoleh pengaruh dari ajaran kedewataan dari Taoisme. Di lain pihak ada penggabungan dengan agama Buddha. Manusia terbang adalah penjelmaan dari pemikiran kedewataan, munculnya apsara dipengaruhi oleh agama Buddha.
Semenjak dinasti Sui dan Tang (abad ke-7), bentuk hiasan naga lambat laun telah memiliki susunan tetap, selain kepala naga, tubuh naga, ekor naga yang memiliki bentuk tetap, tanduk naga, jenggot, cakar, punggung dan lain-lain juga semakin berbentuk tetap. Selain itu sayap pada tubuh naga dari zaman Han, sampai zaman Wei-Jin masih eksis. Sesudah dinasti Sui–Tang, perlahan-lahan berubah menjadi bulu melambai yang tumbuh di bagian kepala dan 4 kaki. Naga bukan lagi menyerupai hewan, sisiknya lebih halus, dan sangat menonjolkan sirip punggung. Jauh dari konsep “naga identik dengan ular” pada zaman Shang–Zhou.
Pada umumnya hiasan naga dari Sui-Tang, agak berwibawa. Susunan dan karisma naga dinasti Song, masih mempertahankan sebagian gaya Tang tetapi perbedaan dengan disain naga zaman sesudah Yuan agak kentara. Susunan badan dan aura kedewataannya mirip naga Tang, terutama bentuk yang hiperbol memiliki gaya jagoan seolah tak tertandingi.
Selain itu pelukis kenamaan dinasti Song seperti Dong Yi, Chen Rong, Mu Xi dan lain-lain, semuanya piawai dalam melukis naga, di dalam goresan tinta mereka, naga sakti seolah hidup lagi. Kaum sastrawan zaman Song melukis naga dengan spirit Buddhis dan Taois, terutama pengaruh dari agama Tao tampak sangat nyata.
Bentuk disain naga sesudah zaman Yuan, tidak lagi menekankan bentuk otot yang seharusnya dimiliki sesuai biologisnya, yang lebih sesuai sebagai kegunaan dekorasi. Maka di dalam pembentukannya lambat laun menuju ke formalisme. Disain naga pada berbagai peralatan, juga lebih mementingkan perwujudan formal. Tema yang sering ditemui meliputi disain: naga dan burung Hong, naga awan, naga ranting dan bunga serta sepasang naga berebut mustika dan lain-lain.
Semasa dinasti Qing dan Ming (abad 14), selain peralatan yang berkaitan dengan istana dipercantik dengan bentuk naga. Istana, kompleks kuil dan yang lain secara skala besar menggunakan hiasan naga sebagai asesoris, seperti pada dinding istana kota Terlarang – Beijing menggunakan batu bata keramik yang dibakar dengan glasur untuk menata “Dinding 9 Naga” dan beraneka ragam hiasan dinding naga, semakin menonjolkan wajah angker dan keindahan bangunan istana kaisar. “Dinding 9 Naga” yang bertatahkan 9 ekor naga dengan gaya berbeda dan terbuat dari keramik berglasur, masing-masing dengan ekspresi yang berbeda. Bentuk hiasan-hiasan naga itu dikarenakan karakteristik material dan ditata di bagian atas dinding istana, pengaruhnya sangat meluas.
Pada kenyataannya, sejak zaman dinasti Ming dan Qing, aneka rupa dekorasi telah eksis dengan cara seperti itu dan selama beberapa ratus tahun tidak terdapat perubahan mencolok. Itulah faktor utama mengapa hiasan naga secara lambat laun telah menuju ke arah formalisme.
Hiasan naga zaman Qing kebanyakan berhubungan dengan kaisar, hiasan naga di atas jubah kekaisaran, selain beraneka hiasan dekor berdasarkan ketetapan di dalam “12 bab” busana para putera langit zaman kuno, yang paling sering dilihat ialah “naga lurus” (tampak depan kepala naga). Juga ada “hiasan 9 naga” dan “hiasan naga kelompok” dan lain-lain aneka dekor dan disain naga.
Akan tetapi, dibandingkan dengan hiasan naga zaman kuno, aneka hiasan naga pada jubah kekaisaran zaman Qing, kebanyakan dibordir dengan tampang sangat serius, dan kebanyakan memiliki 5 kaki. Sedangkan hiasan naga rakyat jelata, batasannya sangat tegas, tak diperbolehkan menggunakan 5 kaki, hanya pada bangunan atau relief dan pahatan kayu pada umumnya, yang agak sering dijumpai adalah hiasan naga rerumputan dan naga tanpa tanduk.
Naga Tiongkok di dalam masyarakat Tionghoa memiliki kedudukan yang berbobot, namun orang Tionghoa zaman sekarang sepertinya telah melupakan naga itu berasal dari mana dan kenapa naga bisa muncul.
Dalam menggugah kembali memori kebudayaan, naga tidak selayaknya hanyalah sebuah logo atau lambang saja, ia adalah hewan berejeki yang sangat penting di dalam kebudayaan leluhur Tiongkok. Memberi inspirasi bahwa apabila orang hidup dengan menyesuaikan kehendak Tuhan, maka dapat menghasilkan sebuah kemakmuran yang cemerlang.
Dalam bahasa sehari-hari Tiongkok, orang-orang yang luar biasa dibandingkan dengan naga. Sejumlah peribahasa Tingkok juga berdasarkan referensi naga, misalnya: "Berharap seseorang anak akan menjadi seekor naga ( 望子成龙) " atau sukses dan kuat seperti seekor naga.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment