Thursday, September 10, 2009

Kue Lapis Legit



Kue lapis legit (spekkoek) sebagai pelambang datangnya rezeki yang berlapis-lapis dan saling tumpang tindih di tahun yang akan datang, sehingga dengan demikian bisa dapat merasakan kehidupan yang lebih lebih manis dan lebih legit lagi.

Kue lapis legit yang sering juga disebut sebagai “Thousand Layer Cake”, walaupun memang benar menggunakan mentega dari Belanda (roomboter), tetapi orang-orang di Belanda nya sendiri, mereka tidak mengenal kue itu. Mungkin perkataan “spek” ini diambil dari bahasa Belanda yang berarti lapisan lemak babi (bacon = bahasa Inggris), karena bentuknya mirip spek.

Simpul Tali



Sejarah simpul-tali ala Tiongkok (中國結 zhong guo jie) membentang melalui perkembangan 5.000 tahun peradaban Tiongkok. Pada masa prasejarah, simpul-tali sudah dipakai untuk tujuan penandaan sesuatu.

Kebudayaan Tionghoa membahas perihal: 結繩記事 Jie Shen Ji Shi – Tali ditarik simpul dengan tujuan untuk memberi tanda pada suatu hal dan 大事大結其繩 (da shi da jie qi sheng)、小事小結其繩 (xiao shi xiao jie qi sheng) – Untuk kejadian besar dibuatkan simpul besar dan untuk kejadian kecil dibuatkan simpul kecil.

Pada masa awal peradaban dan kebudayaan Tiongkok, mereka juga memandang magis pada tali, karena kata tali 繩 (sheng) di dalam bahasa mandarin pengucapannya mirip kata Shen – ketuhanan.

Selain itu, aksara tali juga memiliki sebuah makna tersendiri dalam bidang pemujaan bagi orang Tionghoa, yang disebut juga sebagai rakyat sang naga, karena aksara Tali menyerupai seekor naga yang sedang meliuk bergerak.

Simpul-tali menerima sebuah makna metafor di dalam kebudayaan Tionghoa juga berkat linguistik asalnya. Aksara 結 (jie - simpul) asalnya terdiri dari 絲 (si) dan 吉(ji), dimana 絲 (si) bermakna sutera atau tali dan吉(ji) bermakna: makmur, berstatus sosial tinggi, panjang usia, kebahagiaan, kekayaan, kesehatan dan keamanan.

Aksara 結 (jie) melambangkan kekuatan, harmoni dan keterikatan perasaan kemanusiaan, yang direfleksikan di dalam sebuah deretan kata-kata bahasa mandarin yang mengandung kata 結 (jie), seperti misalnya 結實 (jie shi = kokoh), 結交 (jie jiao = mengikat persahabatan), 結緣 (jie yuan = merajut takdir pertemuan), 結婚 (jie hun = kawin), 團結 (tuan jie = bersatu-padu).

Sehubungan dengan keterkaitan yang mendalam dari simpul-tali Tiongkok ini dengan kebudayaan lokal, teknik simpul tersebut sebagai kesenian rakyat senantiasa dikembangkan dan diwariskan turun temurun.

Teknik simpul-tali Tiongkok berkembang ke sebuah bentuk seni sesungguhnya selama dinasti Tang (618-907 M), Song (960-1279 M) dan akhirnya mengalami masa paling jaya pada zaman dinasti Ming dan Qing (1368-1911 M) – di zaman itu pula secara lebih meluas simpul-tali digunakan pula pada busana tradisional.

Jauh melampaui sebuah penggunaan sebagai ornamen dekoratif untuk perayaan, unsur gaya dari simpul Tiongkok menemukan tempatnya di kalung, stek sanggul dan pernak-pernik dekorasi gantung. Simpul tertentu seperti "Simpul bahagia" dipergunakan sebagai azimat untuk menolak bala dan mengalahkannya, menghindari musibah dan mendatangkan kebahagiaan.

Beberapa abad lalu terutama di Tiongkok yang masih dikuasai komunis, bentuk kesenian ini kehilangan maknanya. Baru pada akhir tahun 90-an kesenian simpul-tali tersebut seperti halnya bordir dan busana tradisional ditemukannya kembali. Semenjak saat itu mulai digemari dan menyebar di kota-kota.

Sebuah Tali Menyimpul Harapan Baik

Karakteristik dari simpul-tali Tiongkok ialah ia dibentuk dari seuntai tali saja. Tali sepanjang minimal 1 meter sesuai metode, urutan dan aturan yang sudah ditetapkan, dibalut, dirol, disulam dan ditarik, sehingga menjadi simpul yang beraneka ragam dan memikat. Memang simpul tertentu betul-betul rumit dan penuh seni dalam pola dan desainnya, mereka kesemuanya adalah sebuah kombinasi dari maksimal 20 macam teknik dasar. Simpul Tiongkok terlihat sama dari depan dan belakang.

Bagaimana Simpul-simpul Memperoleh Namanya

Berbagai kemungkinan bagaimana simpul-simpul tersebut bisa dinamakan demikian. Simpul-tali yang berlainan memperoleh nama bisa dari bentuk atau tujuannya, lokasi dimana mereka terjadi, dimana mereka ditemukan atau makna di balik nama simpul tersebut.











Maka "Simpul uang dobel" kurang lebih menyerupai 2 buah uang logam tembaga dari zaman Tiongkok kuno yang terbelah di tengah dan ditaruh. "Simpul kenop" memiliki nama dari penggunaannya.

"Simpul 10-ribuan" mirip bukan saja dalam bentuk swastika Budha yang oleh orang Tionghoa juga dipakai untuk memaknai angka 10 ribu, ia selain itu juga acapkali muncul pada sabuk patung Guan Yin sang bodhisatwa kebajikan.

"Simpul tak terhingga" meniru 8 simbol kebudhaan yang berarti sirkulasi abadi, dari situ semuanya berkembang biak. Simpul-tali menekankan secara seksama pertali-temalian yang tak terhingga ini dan merupakan dasar dari banyak variasi-variasi.

Cincau



Cincau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) adalah gel serupa agar-agar yang diperoleh dari perendaman daun (atau organ lain) tumbuhan tertentu dalam air. Gel terbentuk karena daun tumbuhan tersebut mengandung karbohidrat yang mampu mengikat molekul-molekul air.

Kata "cincau" sendiri berasal dari dialek Hokkian sienchau (Hanzi: 仙草, pinyin: xiancao) yang lazim dilafalkan di kalangan Tionghoa di Asia Tenggara. Cincau sendiri di bahasa asalnya sebenarnya adalah nama tumbuhan (Mesona spp.) yang menjadi bahan pembuatan gel ini.

Cincau paling banyak digunakan sebagai komponen utama minuman penyegar (misalnya dalam es cincau atau es campur). Dilaporkan juga cincau memiliki efek penyejuk serta peluruh (diuretik).

Proses pembuatan

Proses pembuatan diawali dengan perendaman, yang biasanya dilakukan setelah daun diremas-remas atau dihancurkan. Ada juga yang menyertakan perebusan terlebih dahulu. Pemberian soda kue dapat dilakukan sebagai pengawet. Warna cincau bermacam-macam, berkisar dari hijau hingga hijau pekat, bahkan hitam, namun disertai dengan kesan tembus pandang (transparan). Konsistensinya juga berbeda-beda. Warna dan konsistensi cincau berbeda-beda karena tumbuhan yang dipakai berbeda-beda.


Tumbuhan penghasil cincau

Tumbuhan penghasil cincau bermacam-macam, di antaranya adalah :

* Tumbuhan dari genus Mesona, terutama M. procumbens, M. chinensis yang banyak diproduksi di Tiongkok bagian selatan serta Indocina, atau M. palustris (dikenal dengan nama lokal Janggelan) yang banyak digunakan di Indonesia, menghasilkan cincau hitam

* Cylea barbata Myers atau cincau hijau, menghasilkan cincau berwarna hijau dan agak lebih padat konsistensinya

* Melasthoma polyanthum atau cincau perdu. "Buah" (secara botani bukan buah, tetapi syconia) Ficus pumila (fikus rambat) di Tiongkok juga digunakan sebagai bahan jenis cincau lain yang disebut "pai-liang-fen"dan diperdagangkan sebagai grass jelly (sama seperti cincau) atau ai-yu jelly.

Cincau hijau

Tumbuhan cincau hijau (C. barbata Myers.) merambat, daun berwarna hijau pucat dengan rambut di atas permukaannya. Selain sebagai penghasil cincau, ekstrak tumbuhan ini mengandung zat anti-protozoa, tetrandine, suatu alkaloid, khususnya terhadap penyebab malaria Plasmodium falciparum.

Panda



Panda Besar (Hanzi: 貓熊;; pinyin: mao xiong), Ailuropoda melanoleuca ("Kaki-kucing hitam-putih") atau diringkas Panda, adalah seekor mamalia yang biasanya diklasifikasikan ke dalam keluarga beruang, Ursidae, yang hewan asli Tiongkok tengah. Panda Besar tinggal di wilayah pegunungan, seperti Sichuan dan Tibet. Pada setengah abad ke-20 terakhir, panda menjadi semacam lambang negara Tiongkok, dan sekarang ditampilkan pada uang emas negara tersebut.

Nama China-nya berarti "kucing-beruang," dan juga bisa dibaca dibalik tanpa mengubah arti. Ia dinamai panda di Barat karena mirip dengan Panda Merah, dan dulunya dikenal sebagai Beruang Belang (Ailuropus melanoleucus). Meskipun secara taksonomis ia adalah karnivora, makanannya seperti herbivora, sebagian besar tumbuh-tumbuhan, hampir hanya bambu saja.
Secara teknis, seperti banyak hewan, panda adalah omnivora, karena diketahui mereka juga makan telur, dan juga serangga selain bambu. Kedua makanan ini adalah sumber protein yang diperlukan. Telinganya bergerak-gerak saat mereka mengunyah.

Panda Besar juga masih bersaudara dengan Panda Merah, tetapi mereka dinamai mirip sepertinya karena kebiasaan mereka memakan bambu. Sebelum hubungannya dengan Panda Merah ditemukan pada tahun 1901, Panda Besar dikenal sebagai beruang berwarna dua.

Selama puluhan tahun, klasifikasi taksonomi panda yang tepat diperdebatkan karena baik Panda Besar maupun Panda Merah memiliki ciri-ciri seperti beruang dan rakun. Namun, pengujian genetika mengungkapkan bahwa Panda Besar adalah beruang sejati dan termasuk keluarga Ursidae. Saudara terdekatnya dalam keluarga beruang adalah Beruang Berakcamata di Amerika Selatan. Sekarang masih diperdebatkan apakah Panda Merah termasuk keluarga Ursidaea tau keluarga rakut, Procyonidae.

Panda Besar termasuk spesies terancam punah, terancam oleh kehilangan habitat dan tingkat kelahiran sangat rendah, baik di alam maupun di kandang. Sekitar 1.600 diyakini masih hidup di alam.

Panda Besar adalah lambang World Wildlife Fund (WWF), organisasi dunia pelestarian alam. Panda Besar memiliki cakar yang ganjil, dengan "jempol" dan lima jari; "jempol" ini sebenarnya tulang-pergelangan tangan yang termodifikasi. Stephen Jay Gould menulis esai tentang topik ini, lalu menggunakan judul The Panda's Thumb untuk buku kumpulan esainya.

Panda Besar pertama kali dikenal di dunia Barat pada 1869 oleh misionaris Prancis Armand David (1826–1900). Panda Besar lama menjadi hewan favorit masyarakat, sebagian karena spesies ini lucu seperti bayi, mirip dengan boneka beruang hidup. Panda juga sering digambarkan sedang berbaring santai sambil makan bambu, bukan berburu, sehingga meningkatlah citranya sebagai hewan manis dan cinta damai.

Peminjaman panda besar ke kebun binatang Amerika Serikat dan Jepang merupakan bagian penting diplomasi Republik Rakyat China pada tahun 1970-an karena peminjaman ini menandai sebagian pertukaran budaya pertama antara Tiongkok dan dunia Barat. Namun, pada tahun 1984, panda sudah tidak lagi digunakan sebagai alat diplomasi. Alih-alih, China mulai menawarkan panda kepada negara-negara lain untuk peminjaman hanya sepuluh tahun. Ketentuan peminjaman standar mencakup tarif hingga US$1.000.000 per tahun dan syarat bahwa anak yang lahir semasa peminjaman adalah milik Republik Rakyat China.

Pada 1998 akibat tuntutan hukum oleh WWF, U.S. Fish and Wildlife Service mengharuskan kebun binatang AS yang ingin mengimpor panda agar memastikan bahwa setengah tarif yang dipasang China disalurkan untuk upaya pelestarian panda liar dan habitatnya, barulah lembaga tersebut mau mengeluarkan izin pengimporan panda tersebut.

Panda dalam budaya pop

* Genma Saotome adalah tokoh kartun dalam manga Ranma 1/2 karya Rumiko Takahashi. Meskipun normalnya ia adalah manusia, ia sering tampil sebagai panda (akibat kutukan) dalam seri ini.
* Kung fu Panda menjadi film animasi komedi liburan musim panas untuk semua umur dan di rilis tahun 2008, dengan tokoh utama seekor Panda. Pengisi suara oleh Jack Black.

Kue Bulan



Kue bulan (Hanzi: 月餅, pinyin: yuèbǐng) adalah penganan tradisional Tionghoa yang menjadi sajian wajib pada perayaan Festival Musim Gugur setiap tahunnya. Di Indonesia, kue bulan biasanya dikenal dalam dialek Hokkian-nya, gwee pia atau tiong chiu pia.

Kue bulan tradisional pada dasarnya berbentuk bulat, melambangkan kebulatan dan keutuhan. Namun seiring perkembangan zaman, bentuk-bentuk lainnya muncul menambah variasi dalam komersialisasi kue bulan.

# Asal mula

Kue bulan bermula dari penganan sesajian pada persembahan dan penghormatan pada leluhur di musim gugur, yang biasanya merupakan masa panen yang dianggap penting dalam kebudayaan Tionghoa yang berbasis agrikultural.

Perkembangan zaman menjadikan kue bulan berevolusi dari sesajian khusus pertengahan musim gugur kepada penganan dan hadiah namun tetap terkait pada perayaan festival musim gugur tadi.

Beberapa legenda mengemukakan bahwa kue bulan berasal dari Dinasti Ming, yang dikaitkan dengan pemberontakan heroik Zhu Yuanzhang memimpin para petani Han melawan pemerintah Mongol. Zhu Yuanzhang dan rakyat Han merencanakan untuk mengambil alih pemerintahan. Zhu bingung memikirkan bagaimana cara menyatukan rakyat untuk memberontak pada hari yang sama tanpa diketahui oleh pemerintah Mongol.

Salah seorang penasehat terpercayanya akhirnya menemukan sebuah ide. Sebuah berita disebarkan bahwa akan ada bencana besar yang akan menimpa negeri Tiongkok dan hanya dengan memakan kue bulan yang dibagikan oleh para pemberontak dapat mencegah bencana tersebut. Kue bulan tersebut hanya dibagikan kepada rakyat Han, yang akan menemukan pesan “Revolusi pada tanggal lima belas bulan delapan” pada saat membukanya.

Karena pemberitahuan itu, rakyat bersama-sama melakukan aksi pada tanggal yang ditentukan untuk menggulingkan Dinasti Yuan. Dan sejak saat itu kue bulan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Perayaan Pertengahan Musim Gugur.

Namun sebenarnya, kue bulan telah ada tercatat dalam sejarah paling awal pada zaman Dinasti Song. Dari sini, kue bulan dipastikan telah populer dan eksis jauh sebelum Dinasti Ming berdiri.

# Kategori

* menurut cara pembuatan: Guangdong, Beijing, Taiwan, Hongkong, Chaozhou.
* menurut rasa: manis, asin, pedas
* menurut isi: kuning telur, tausa (kacang merah), buah-buahan, kacang hijau, es krim
* menurut bahan kulit: tepung gandum, gula dan es

Pembuatan kue bulan di Indonesia pada dasarnya berasal dari gaya pembuatan Guangdong dan Chaozhou. Juga ada lokalisasi dengan cara pencampuran bahan-bahan yang mudah didapatkan di Indonesia, semisal daun pandan sebagai perasa.

Dan masih banyak kategori-kategori lainnya hasil inovasi gaya pembuatan kue bulan gaya baru di pasaran.

Wednesday, September 9, 2009

Cheongsam



Cheongsam adalah pakaian wanita tionghoa berbentuk terusan dan ketat (diubah di Shanghai), versi laki-laki disebut Changshan. Cheongsam di Tiongkok disebut qípáo (旗袍), qípáor (旗袍儿) dan juga dikenal dalam bahasa Inggris sebagai Gaun Mandarin. Cheongsam yang modis dan ketat ini diciptakan pada tahun 1920 di Shanghai.

Sejarah

Ketika Manchu memerintah China selama Dinasti Qing, muncul strata sosial tertentu. Wanita Manchu biasanya mengenakan gaun terusan yang kemudian dikenal sebagai qípáo (旗袍). Qipao dipakai agak longgar dan menggantung lurus ke bawah tubuh. Di bawah hukum dinasti Manchu setelah 1636, semua orang China Han dipaksa untuk memakai pakaian qipao meskipun Manchuria qipao bukanlah pakaian tradisional China Han (剃发易服). Namun setelah 1644, Manchu melepaskan maklumat ini, yang memungkinkan suku terbesar China yaitu Han untuk terus memakai Hanfu, pakaian tradisionalnya. Namun secara bertahap orang-orang dari China Han malah mulai mengenakan qipao dan Changshan. Dalam 300 tahun berikutnya, qipao menjadi pakaian yang diadopsi dan akhirnya disesuaikan dengan preferensi penduduk. Begitu popularitasnya bentuk pakaian ini sehingga bisa selamat dari kekacauan politik tahun 1911 saat Revolusi Xinhai yang menggulingkan Dinasti Qing.

Qipao aslinya lebar dan longgar. Menutupi sebagian besar tubuh wanita, hanya memperlihatkan kepala, tangan, dan ujung jari kaki. Sifat yang longgar pakaian ini juga berfungsi untuk menyembunyikan sosok pemakainya tanpa memandang usia. Dengan berlalunya waktu, qipao mengalami penyesuaian. Versi modern, yang sekarang dikenal populer di China sebagai "standar" qipao, pertama kali dikembangkan di Shanghai setelah 1900, setelah Dinasti Qing jatuh. Beberapa orang yang lebih modern dan bergaya dalam berpakaian mengubah qipao tradisional agar sesuai selera mereka . Qipao baru pun terbentuk menjadi ramping terpotong agak tinggi dan tentu saja sangat kontras dengan qipao tradisional. Namun model ini malah menjadi sangat populer waktu itu.

Cheongsam versi modern memang untuk menonjolkan sosok perempuan dan sangat populer sebagai pakaian bagi masyarakat kelas atas. Saat mode Barat berubah, desain cheongsam berubah juga menjadi berleher tinggi tanpa lengan. Pada 1940-an, cheongsam dibuat dengan berbagai jenis kain dan berbagai macam aksesoris.

Revolusi Komunis tahun 1949 mengakhiri cheongsam dan mode lain di Shanghai, tapi imigran dan pengungsi Shanghai membawa cheongsam ke Hong Kong di mana cheongsam menjadi tetap populer. Baru-baru ini telah terjadi kebangkitan kembali mode cheongsam di Shanghai dan tempat lain di daratan Cina. Di Shanghai fungsi cheongsam kebanyakan sebagai salah satu gaya gaun dalam pesta.

Di Hong Kong, cheongsam dikenakan sebagai pakaian formal untuk peristiwa-peristiwa penting. Kadang-kadang dipakai oleh para politisi dan seniman film. Cheongsam sering ditampilkan dalam beberapa film China, seperti dalam film tahun 1960-an, The World of Suzie Wong, di mana aktris Nancy Kwan membuat cheongsam menjadi mode baru di budaya barat.

Beberapa maskapai penerbangan di Daratan China dan Taiwan telah menggunakan cheongsam sebagai seragam untuk pramugari dan pekerja lapangan seperti China Airlines, China Eastern Airlines, Hainan Airlines, dan Xiamen Airlines. Cheongsam biasanya dalam warna polos, dibatasi hanya di atas lutut.

Beberapa sekolah dasar dan beberapa sekolah menengah di Hong Kong, khususnya sekolah-sekolah yang lebih tua yang didirikan oleh misionaris Kristen, menggunakan cheongsam polos katun biru langit atau biru gelap (untuk musim dingin) dengan logam lencana sekolah terpasang dikerah. Sekolah-sekolah yang menggunakan standar ini mencakup True Light Girls 'College, St Paul's Co-pendidikan College, Heep Yunn School, St Stephen's Girls' College, Ying Wa Girls 'School, dll. Cheongsam untuk sekolah ini biasanya lurus, tanpa membentuk pinggang , dan pinggiran cheongsam harus mencapai pertengahan paha.

Banyak pelayan di restoran China di seluruh dunia, terutama para resepsionis, mengenakan cheongsam sebagai seragam. Cheongsam yang dikenakan biasanya panjang sampai ke lantai. Cheongsam dengan belahan tinggi sampai pinggang atau pinggul, dan biasanya tanpa lengan. Sering terbuat dari sutra berwarna cerah atau satin dengan bordir-bordir china. Seragam ini sering dianggap terlalu seksi untuk dipakai biasa sehingga hanya dipakai di tempat kerja dan disimpan di tempat kerja pula. Para pelayan berganti pakaian santai sebelum pulang.

Dalam Olimpiade 2008, cheongsam adalah seragam untuk pembawa medali. Cheongsam juga dikenakan oleh atlit wanita tim Swedia dan tim Spanyol dalam upacara pembukaan.

Igo, Go atau Weiqi



Igo, go, weiqi, atau baduk adalah permainan papan strategis antar dua pemain, berasal dari Tiongkok sekitar 2000 SM sampai 200 SM. Permainan ini sekarang populer di Asia Timur. Pengembangan sistem untuk bermain igo melalui Internet telah meningkatkan popularitasnya di belahan dunia lain.

Di Indonesia, nama igo dan go sama-sama digunakan. Go adalah nama Inggrisnya yang berasal dari pelafalan bahasa Jepang aksara 碁 (go), walaupun di Jepang permainan ini biasa disebut 囲碁 (igo). Namanya di bahasa Tionghoa yaitu 圍棋 (trad.)/围棋 (sed.) (pinyin: wéiqí) kurang lebihnya berarti "permainan papan mengelilingi (wilayah)". Nama kunonya adalah 弈 (pinyin: yì), dan juga terdaftar dalam Kamus Kangxi sebagai 碁. Permainan ini disebut 바둑 (baduk) di bahasa Korea.

Tinjauan permainan

Kedua pemain, hitam dan putih, bertempur untuk memaksimalkan wilayah yang mereka kuasai, mengelilingi daerah besar di papan dengan batu-batunya, menjebak batu-batu musuh yang menyusup daerahnya, dan melindungi batu-batu mereka dari penangkapan. Strategi yang terlibat sangatlah halus namun kompleks. Beberapa pemain tingkat tinggi mendedikasikan waktu bertahun-tahun untuk menyempurnakan strateginya. Bagi sebagian orang, igo adalah permainan strategi yang paling hebat karena mengalahkan catur maupun shogi dalam hal kompleksitasnya.

Igo biasanya diklasifikasikan sebagai permainan papan abstrak. Walaupun begitu, kemiripan permainan igo dengan perang sering disebutkan. Sebagai contoh, tulisan klasik Tiongkok The Art of War (孫子兵法) terkadang diterapkan pada strategi igo. Di lain pihak, strategi umum igo sering dituangkan dalam pepatah dan bisa diterapkan pada konteks lain misalnya manajemen.

Perang di dunia nyata berakhir ketika kedua belah pihak menandatangani perjanjian. Di igo, kedua pemain harus setuju bahwa permainan telah selesai. Setelah itu nilai dan pemenangnya baru dapat ditentukan.

Aturan dasar

Jika putih bermain di A, rantai hitam akan kehilangan liberti terakhirnya, sehingga tertangkap dan dikeluarkan dari papan.

* Dua pemain, hitam dan putih, bergantian meletakkan batu pada titik-titik dari papan berukuran 19x19 (19 garis horizontal dan vertikal). Hitam mulai terlebih dahulu.
* Tiap batu harus memiliki liberti (titik bersebelahan yang kosong) agar bisa tetap berada di papan. Batu-batu berwarna sama yang terhubung oleh garis disebut rantai, dan saling berbagi liberti.
* Saat sebuah batu atau rantai dikelilingi oleh batu-batu musuh sehingga tidak punya liberti lagi, batu atau rantai tersebut tertangkap dan dikeluarkan dari papan.
* Jika sebuah batu tidak memiliki liberti sesaat setelah dimainkan, namun secara bersamaan menghilangkan liberti terakhir rantai lawan, maka yang tertangkap adalah rantai lawan.
* "Aturan Ko": Sebuah batu tidak boleh dimainkan di titik tertentu, jika langkah tersebut mengulang posisi papan pada langkah sebelumnya dari pemain yang bersangkutan.
* Pemain dapat melakukan pass sebagai alternatif dari meletakkan batu. Saat kedua pemain pass berturut-turut, permainan berakhir lalu nilai dihitung.

Nilai pemain adalah jumlah titik kosong yang hanya dikelilingi batu-batunya ditambah dengan jumlah batu musuh yang ditangkap. Pemain dengan nilai terbesar menang. (Perlu diketahui bahwa ada aturan yang menggunakan cara menghitung berbeda, namun hampir selalu memberikan hasil yang sama.

Ini adalah esensi permainan igo. Resiko tertangkap berarti batu-batu harus bekerja sama untuk menguasai wilayah, yang membuat permainannya sangat kompleks dan menarik.

Go tidak hanya memungkinkan permainan antar pemain dengan kekuatan sama (even game), tapi juga permainan handicap antar pemain dengan kekuatan berbeda.

Gambar ini menunjukkan satu rantai hitam dan dua rantai putih. Liberti masing-masing ditunjukkan dengan titik. Perhatikan bahwa liberti bisa dibagi antar rantai. Jika putih bermain di tempat di mana kedua rantainya berbagi liberti, maka kedua rantai tersebut akan terhubung menjadi satu.





Jika putih bermain di A, rantai hitam akan kehilangan liberti terakhirnya, sehingga tertangkap dan dikeluarkan dari papan.




Aturan opsional

Aturan opsional termasuk:
* nilai kompensasi, hampir selalu untuk pemain kedua, lihat komi;
* batu kompensasi yang diletakkan di papan sebelum permainan bergilir dimulai, yang memungkinkan permainan menarik antar pemain dengan kekuatan berbeda.


Permainan 5 dari final LG CUP 2002 antara Choe Myeong-hun (putih) dan Lee Sedol (hitam) pada akhir dari tahap pembukaan; putih telah mengembangkan moyo (kerangka wilayah) besar, sedangkan hitam memiliki pengaruh yang kuat.


Strategi

Aspek strategis mendasar termasuk:
* Koneksi: Menjaga koneksi antar batu-batu milik sendiri berarti lebih sedikit grup yang perlu dipertahankan.
* Pemotongan: Membuat batu-batu lawan terpisah berarti lawan harus mempertahankan lebih banyak grup.
* Kehidupan: Ini adalah kemampuan batu-batu untuk mencegah penangkapannya. Pada umumnya kehidupan suatu grup memerlukan paling tidak dua "mata".
* Kematian: Ketidakmungkinan mendapatkan kehidupan, yang mengakibatkan suatu grup pada akhirnya dikeluarkan dari papan.

Sifat permainan

Walaupun aturan igo bisa ditulis dengan sangat sederhana, strategi permainannya sangatlah kompleks. Igo adalah permainan strategi deterministik dan pengetahuan lengkap, sebagaimana juga catur dan reversi (othello). Dalam hal kedalaman dan kompleksitas, igo jauh melebihi reversi bahkan catur. Papan igo yang luas dan sedikitnya batasan memungkinkan strategi berskala besar. Pilihan di satu bagian papan bisa dipengaruhi posisi di tempat jauh yang tampaknya tidak berhubungan. Langkah-langkah di awal permainan mengatur bentuk konflik yang akan terjadi ratusan langkah berikutnya.

Permainan ini menekankan pentingnya keseimbangan pada berbagai tingkatan. Untuk mengamankan daerah di papan, langkah yang baik adalah langkah-langkah yang berdekatan; namun untuk mengklaim daerah terbesar diperlukan penyebaran batu-batu. Untuk menjamin bahwa kita tidak tertinggal lawan, invasi perlu dilakukan; tapi bermain terlalu invasif akan meninggalkan kelemahan yang bisa dimanfaatkan lawan. Bermain terlalu rendah (dekat dengan ujung papan) hanya mendapatkan sedikit wilayah dan pengaruh; di lain pihak bermain terlalu tinggi (jauh dari ujung papan) memungkinkan invasi lawan. Bayak yang merasakan bahwa igo menarik karena refleksinya terhadap kebutuhan-kebutuhan kontradiktif di kehidupan nyata. Tidaklah aneh jika salah satu perkataan yang umum adalah "hidup itu seperti igo".

Karena kompleksitasnya, bahkan pengenalan terhadap strategi igo bisa memenuhi satu buku, dan banyak buku pengenalan yang tersedia. Lihat strategi dan taktik igo untuk pengenalan yang sangat singkat terhadap konsep-konsep utama strategi igo.

Sering disebutkan bahwa tidak pernah ada permainan sama yang dimainkan dua kali. Ini mungkin benar: di papan 19x19, ada sekitar 3 pangkat 361× 0.012 = 2.1×10 pangkat 170 posisi yang mungkin, kebanyakan merupakan hasil akhir dari sekitar (120!) pangkat 2 = 4.5×10 pangkat 397 permainan berbeda (tanpa penangkapan), sehingga jumlahnya sekitar 9.3×10 pangkat 567 permainan. Mengizinkan penangkapan memberikan sekitar 10 pangkat 7.49 x 10 pangkat 48 permainan yang mungkin, yang kesemuanya dimainkan dalam lebih dari 4.1×10 pangkat 48 langkah! (Sebagai dua perbandingan: jumlah posisi sah pada catur diperkirakan berada di antara 10 pangkat 43 dan 10 pangkat 50; dan fisikawan memperkirakan jumlah proton di seluruh alam semesta tidak lebih dari 10 pangkat 90)

Filsafat

Menurut legenda, permainan ini digunakan sebagai alat bantu ajar setelah kaisar Tiongkok Yao (堯) (2337 - 2258 SM) merancangnya untuk Danzhu, anaknya, yang dianggap perlu belajar disiplin, konsentrasi, dan keseimbangan. Cerita lain mengatakan bahwa igo lahir dari tangan ahli perang dan jenderal Tiongkok yang pada zaman dahulu kala menggunakan batu-batu untuk merencanakan posisi penyerangan. Ada juga yang mengatakan bahwa dulu peralatan igo berhubungan dengan peramalan atau pengendalian banjir. Lihat pula sejarah Igo.

Sebelum zaman industri di Tiongkok, igo dipandang sebagai permainan para aristokrat sedangkan xiangqi (catur Tiongkok) dianggap permainan rakyat jelata. Igo dulu dianggap sebagai salah satu seni kaum terpelajar Tiongkok, bersamaan dengan kaligrafi Tiongkok, seni lukis Tiongkok, dan bermain Guqin. Keempatnya dikenal sebagai 琴棋書畫 atau Empat Seni Kaum Terpelajar Tiongkok.

Igo adalah permainan yang dalam, yang bisa dirasakan dengan bermain melawan pemain kuat (kedalaman permainan sebagaimana didasarkan pada peringkat ELO di igo). Kenaikan kemampuan akan meningkatkan pula apresiasi terhadap kelembutan yang terlibat dan pemahaman pemain yang lebih kuat. Pemula biasanya mulai dengan meletakkan batu secara acak pada papan, seakan-akan igo adalah permainan
keberuntungan (seperti ular tangga) — dan tidak dapat dihindari bahwa mereka kalah dari pemain yang lebih berpengalaman. Namun mereka akan segera memahami bagaimana batu-batu terhubung untuk membentuk kekuatan, lalu selanjutnya beberapa pembukaan umum dasar akan dimengerti. Mempelajari hidup dan mati akan membangun kemampuan menilai situasi.

Pengalaman yang lebih banyak akan menghasilkan pemahaman seluruh papan, pentingnya ujung papan, lalu efisiensi pengembangan (sudut dahulu, lalu sisi, terakhir tengah). Berikutnya pemula yang lebih lanjut akan mulai mengerti bahwa wilayah dan pengaruh bisa saling ditukarkan — namun diperlukan keseimbangan. Yang terbaik adalah berkembang dengan kecepatan yang kurang lebih sama dengan lawan, baik dalam hal wilayah dan pengaruh. Konflik untuk wilayah dan pengaruh membuat permainan igo sangat dinamis.

Tari Naga



Tari Naga (karakter sederhana: 舞龙; karakter tradisional: 舞龍; pinyin: wǔ lóng) atau disebut juga Liang Liong di Indonesia adalah suatu pertunjukan dan tarian tradisional dalam kebudayaan masyarakat Tionghoa. Seperti juga Tari Singa atau Barongsai, tarian ini sering tampil pada waktu perayaan-perayaan tertentu. Orang Tionghoa sering menggunakan istilah 'Keturunan Naga'(龍的傳人 atau 龙的传人, lóng de chuán rén) sebagai suatu simbol identitas etnis.

Dalam tarian ini, satu regu orang Tionghoa memainkan naga-nagaan yang diusung dengan belasan tongkat. Penari terdepan mengangkat, menganggukkan, menyorongkan dan mengibas-kibaskan kepala naga-nagaan tersebut yang merupakan bagian dari gerakan tarian yang diarahkan oleh salah seorang penari. Terkadang bahkan kepala naga ini bisa mengeluarkan asap dengan menggunakan peralatan pyrotechnic.

Para penari menirukan gerakan-gerakan makhluk naga ini --- berkelok-kelok dan berombak-ombak. Gerakan-gerakan ini secara tradisional melambangkan peranan historis dari naga yang menunjukkan kekuatan yang luar biasa dan martabat yang tinggi. Tari naga merupakan salah satu puncak acara dari perayaan Imlek di pecinan-pecinan di seluruh dunia.

Naga dipercaya bisa membawa keberuntungan untuk masyarakat karena kekuatan, martabat, kesuburan, kebijaksanaan dan keberuntungan yang dimilikinya. Penampilan naga terlihat menakutkan dan gagah berani, namun ia tetap memiliki watak yang penuh kebajikan. Hal-hal inilah yang pada akhirnya menjadikannya lambang lencana untuk mewakili kekuasaan kekaisaran.

Sejarah

Tari Naga ini berasal dari zaman Dinasti Han (tahun 180-230 SM) dan dimulai oleh orang-orang Tionghoa yang memiliki kepercayaan dan rasa hormat yang besar terhadap naga. Dipercaya bahwa pada mulanya tarian ini adalah bagian dari kebudayaan pertanian dan masa panen, disamping juga sebagai salah satu metode untuk menyembuhkan dan menghindari penyakit. Tarian ini sudah menjadi acara populer di zaman Dinasti Sung (960-1279 M) dimana acara ini telah menjadi sebuah kebudayaan rakyat dan, seperti barongsai, sering tampil di perayaan-perayaan yang meriah.

Sejak semula naga-nagaan dalam Tari Naga ini dibuat dengan menggabungkan gambaran-gambaran dari berbagai hewan yang lumrah ditemui. Kemudian naga kaum Tionghoa ini berkembang menjadi sebuah makhluk dunia dongeng yang dipuja dalam kebudayaan Tionghoa. Bentuk fisiknya merupakan gabungan dari bagian fisik berbagai hewan, diantaranya tanduk dari rusa jantan, telinga dari banteng, mata dari kelinci, cakar dari harimau dan sisik dari ikan --- semuanya melengkapi tubuhnya yang mirip dengan tubuh ular raksasa. Dengan ciri-ciri ini, naga dipercaya sebagai makhluk amfibi dengan kemampuan untuk bergerak di tanah, terbang di udara dan berenang di laut --- memberikan mereka peranan sebagai penguasa langit dan hujan.

Para kaisar di Cina kuno menganggap diri mereka sendiri sebagai naga. Oleh karenanya naga dijadikan lambang dari kekuasaan kekaisaran. Ia melambangkan kekuatan magis, kebaikan, kesuburan, kewaspadaan dan harga diri.

Tari Naga saat ini adalah sebuah karya penting dalam kebudayaan dan tradisi Tionghoa. Tarian ini telah tersebar di seluruh Cina dan seluruh dunia. Karya ini menjadi sebuah pertunjukan seni khusus Tionghoa, melambangkan kedatangan keberuntungan dan kemakmuran dalam tahun yang akan datang bagi semua manusia di bumi.

Berdasarkan catatan sejarah, berlatih seni ilmu bela diri Cina sangatlah populer dalam periode Chun Chiu. Di waktu-waktu kosong, Tari Naga ini juga diajarkan kepada para pelajar ilmu bela diri untuk menambah semangat. Di zaman Dinasti Ching, kelompok Tari Naga dari propinsi Foochow pernah diundang untuk tampil di istana kaisar di Beijing. Kaisar Ching memuji dan kagum akan keterampilan mereka, sehingga langsung memberikan ketenaran yang luar biasa bagi kelompok Tari Naga ini.

Naga




Naga (Traditional Chinese: 龍, Simplified Chinese: 龙 Hanyu Pinyin: lóng ) adalah makhluk legendaris dalam mitologi dan cerita rakyat Tiongkok, dan mempunyai persamaan dengan Naga dari Jepang, Korea, Vietnam, dan Turki. Dalam ilmu seni Tiongkok, naga biasanya digambarkan panjang dan berbelit-belit layaknya ular dengan empat kaki. Berbeda dengan naga Eropa yang dianggap jahat, naga Tiongkok tradisional adalah keberuntungan dan melambangkan kekuasaan serta mengontrol air, curah hujan dan banjir. Menurut terminologi Yin dan Yang, naga adalah Yang (laki-laki) dan melengkapi sebuah Yin (wanita) perwujudan dari makhluk legendaris lainnya dari Tiongkok yaitu Fenghuang "phoenix".

Naga juga kadang-kadang digunakan sebagai lambang nasional Cina. Namun, penggunaan ini di tidak umum dan lebih banyak digunakan sebagai lambang budaya. Naga juga adalah tema model tradisional, secara konseptual seiring dengan perubahan zaman masih mempertahankan ruang bagi perkembangannya dan mempertahankan keterkaitannya dengan kehidupan nyata, hal ini adalah faktor penting mengapa disain naga bisa bertahan beberapa ribu tahun. Dan di dalam pembentukan modelnya, sang naga menyesuaikan setiap latar belakang kebudayaan zamannya sehingga mengalami perubahan.

Ditilik dari disain naga pada setiap zaman, perubahan naga, bentuk sebelum dinasti Qin (abad ke-3 SM) dan sesudah dinasti Han (abad ke-3) bagaikan sebuah bukit pembagi air untuk gaya yang berbeda.

Seperti yang disampaikan oleh pakar seni Yuan Dexing: “Secara garis besar, hasil karya kesenian prasejarah adalah kemunculan awal hiasan naga, dari dinasti Yin–Shang (abad ke-17 SM) hingga ke Zhou Barat (abad ke-8 SM) adalah periode makmur, dari dinasti Han (206 SM - 220) sampai 6 dinasti (abad ke-3 - 7) adalah periode penyatuan gambar naga, sesudah dinasti Tang dan Song (abad ke-8) adalah tahapan penetapan bentuk naga.”

Perubahan disain naga berlangsung secara bertahap.Secara garis besar dikatakan, sebelum dinasti Shang–Zhou, bentuk disain naga agak abstrak, mulai dinasti Han hingga ke dinasti Sui–Tang lambat laun menjurus ke mendasar dan nyata, sesudah zaman Song menjurus bentuk disain naga yang telah distandarisasi.

Di dalam perkakas giok yang ditemukan pada situs Yin (殷, abad ke-23 SM), yang berkaitan dengan naga, minimal terdapat berbagai bentuk dan gaya seperti, hiasan giok bulat dengan lubang di tengah, batu giok persegi dengan grafir naga, gantungan giok dan naga giok yang dipahat 3 dimensi dan lain-lain. Hiasan naga di atas asesoris batu giok dari zaman Shang–Zhou (商周), kebanyakan berbentuk tubuh ular, di tubuhnya bahkan tergrafir sisik lengkung berkarakter simbolis, pada kepala naga ada cacat cuil.

Disain naga sejak dinasti Shang–Zhou, sampai zaman Musim Semi-Gugur Negara Saling Berperang (Chun Qiu-Zhan Guo, 春秋戰國), gayanya mulai berubah. Disain naga di zaman Zhan Guo khusus menekankan gerak dan penggunaan garis lengkung. Sebagian naga tanpa tanduk bahkan digantikan kepala hewan, dan mulai muncul corak sisik yang berbentuk awan gulung bersifat simbolis, terlihat lebih anggun, tak seperti pada masa awal yang bercirikan bentuk serius yang berpola.

Pada zaman Han (206–220 SM), di bawah pengaruh pemikiran alam dewata dari Taoisme, bentuk naga semakin kaya saja, sangat memikat dan penuh perubahan tak terduga. Hiasan naga di atas lukisan sutera zaman Han Barat di situs makam Mawangdui dekat kota Changsha, dengan gaya mulut ternganga dan lidah terjulur, di tubuhnya selain terdapat sisik, juga sayap dan empat kaki hewan yang ditumbuhi kaki cakar tajam. Dipengaruhi ajaran Lima Unsur (Wu Xing,五行) dan Yin Yang (陰陽), di zaman Han juga terdapat musim Empat Ling yakni naga hijau (Qing Long,青龍)、macan putih (Bai Hu,白虎)、pipit merah (Zhu Qie,朱雀) dan kura-kura (Xuan Wu, 玄武) .

Pada zaman dinasti Wei-Jin Utara dan Selatan (魏晉南北朝), lukisan di atas batu bata, relief, mural, di atas tenunan, di dalam gua kuil agama Buddha juga muncul beragam hiasan disain naga. “Gambar manusia terbang bermain naga” di atas batu bata dari situs jembatan Dan Yang Hu, propinsi Jiang Su adalah disain naga zaman dinasti Utara Selatan yang paling tipikal. Dilihat dari bentuknya, cabang tanduk naga bagaikan tanduk rusa, di dalam mulutnya terdapat geligi runcing, kaki bagai elang, memiliki cakar tajam, bak seekor naga yang sedang ngebut.

Di sebelah depan naga terdapat manusia terbang sedang mengarahkan, tangan manusia terbang itu menggenggam rumput dewa dan tungku dupa, pakaian dan sayap di tubuhnya melambai terkena angin. Di sebelah atasnya terdapat apsara (dewi terbang di dalam legenda budhis), dikelilingi dengan awan dan bunga-bunga beterbangan, mirip pemandangan di surga.

Zaman Wei-Jin secara total merefleksikan pentingnya makna spiritual dengan perwujudan gaya yang khas. Disain naga dari Wei-Jin di satu pihak memperoleh pengaruh dari ajaran kedewataan dari Taoisme. Di lain pihak ada penggabungan dengan agama Buddha. Manusia terbang adalah penjelmaan dari pemikiran kedewataan, munculnya apsara dipengaruhi oleh agama Buddha.

Semenjak dinasti Sui dan Tang (abad ke-7), bentuk hiasan naga lambat laun telah memiliki susunan tetap, selain kepala naga, tubuh naga, ekor naga yang memiliki bentuk tetap, tanduk naga, jenggot, cakar, punggung dan lain-lain juga semakin berbentuk tetap. Selain itu sayap pada tubuh naga dari zaman Han, sampai zaman Wei-Jin masih eksis. Sesudah dinasti Sui–Tang, perlahan-lahan berubah menjadi bulu melambai yang tumbuh di bagian kepala dan 4 kaki. Naga bukan lagi menyerupai hewan, sisiknya lebih halus, dan sangat menonjolkan sirip punggung. Jauh dari konsep “naga identik dengan ular” pada zaman Shang–Zhou.

Pada umumnya hiasan naga dari Sui-Tang, agak berwibawa. Susunan dan karisma naga dinasti Song, masih mempertahankan sebagian gaya Tang tetapi perbedaan dengan disain naga zaman sesudah Yuan agak kentara. Susunan badan dan aura kedewataannya mirip naga Tang, terutama bentuk yang hiperbol memiliki gaya jagoan seolah tak tertandingi.

Selain itu pelukis kenamaan dinasti Song seperti Dong Yi, Chen Rong, Mu Xi dan lain-lain, semuanya piawai dalam melukis naga, di dalam goresan tinta mereka, naga sakti seolah hidup lagi. Kaum sastrawan zaman Song melukis naga dengan spirit Buddhis dan Taois, terutama pengaruh dari agama Tao tampak sangat nyata.

Bentuk disain naga sesudah zaman Yuan, tidak lagi menekankan bentuk otot yang seharusnya dimiliki sesuai biologisnya, yang lebih sesuai sebagai kegunaan dekorasi. Maka di dalam pembentukannya lambat laun menuju ke formalisme. Disain naga pada berbagai peralatan, juga lebih mementingkan perwujudan formal. Tema yang sering ditemui meliputi disain: naga dan burung Hong, naga awan, naga ranting dan bunga serta sepasang naga berebut mustika dan lain-lain.

Semasa dinasti Qing dan Ming (abad 14), selain peralatan yang berkaitan dengan istana dipercantik dengan bentuk naga. Istana, kompleks kuil dan yang lain secara skala besar menggunakan hiasan naga sebagai asesoris, seperti pada dinding istana kota Terlarang – Beijing menggunakan batu bata keramik yang dibakar dengan glasur untuk menata “Dinding 9 Naga” dan beraneka ragam hiasan dinding naga, semakin menonjolkan wajah angker dan keindahan bangunan istana kaisar. “Dinding 9 Naga” yang bertatahkan 9 ekor naga dengan gaya berbeda dan terbuat dari keramik berglasur, masing-masing dengan ekspresi yang berbeda. Bentuk hiasan-hiasan naga itu dikarenakan karakteristik material dan ditata di bagian atas dinding istana, pengaruhnya sangat meluas.

Pada kenyataannya, sejak zaman dinasti Ming dan Qing, aneka rupa dekorasi telah eksis dengan cara seperti itu dan selama beberapa ratus tahun tidak terdapat perubahan mencolok. Itulah faktor utama mengapa hiasan naga secara lambat laun telah menuju ke arah formalisme.

Hiasan naga zaman Qing kebanyakan berhubungan dengan kaisar, hiasan naga di atas jubah kekaisaran, selain beraneka hiasan dekor berdasarkan ketetapan di dalam “12 bab” busana para putera langit zaman kuno, yang paling sering dilihat ialah “naga lurus” (tampak depan kepala naga). Juga ada “hiasan 9 naga” dan “hiasan naga kelompok” dan lain-lain aneka dekor dan disain naga.

Akan tetapi, dibandingkan dengan hiasan naga zaman kuno, aneka hiasan naga pada jubah kekaisaran zaman Qing, kebanyakan dibordir dengan tampang sangat serius, dan kebanyakan memiliki 5 kaki. Sedangkan hiasan naga rakyat jelata, batasannya sangat tegas, tak diperbolehkan menggunakan 5 kaki, hanya pada bangunan atau relief dan pahatan kayu pada umumnya, yang agak sering dijumpai adalah hiasan naga rerumputan dan naga tanpa tanduk.

Naga Tiongkok di dalam masyarakat Tionghoa memiliki kedudukan yang berbobot, namun orang Tionghoa zaman sekarang sepertinya telah melupakan naga itu berasal dari mana dan kenapa naga bisa muncul.

Dalam menggugah kembali memori kebudayaan, naga tidak selayaknya hanyalah sebuah logo atau lambang saja, ia adalah hewan berejeki yang sangat penting di dalam kebudayaan leluhur Tiongkok. Memberi inspirasi bahwa apabila orang hidup dengan menyesuaikan kehendak Tuhan, maka dapat menghasilkan sebuah kemakmuran yang cemerlang.

Dalam bahasa sehari-hari Tiongkok, orang-orang yang luar biasa dibandingkan dengan naga. Sejumlah peribahasa Tingkok juga berdasarkan referensi naga, misalnya: "Berharap seseorang anak akan menjadi seekor naga ( 望子成龙) " atau sukses dan kuat seperti seekor naga.

Sumpit

Sumpit diciptakan bangsa Tiongkok dan sudah dikenal di Tiongkok sejak 3.000 hingga 5.000 tahun yang lalu. Di dalam masyarakat Tionghoa, makan bersama dianggap sebagai sarana mempererat tali persaudaraan dan kesempatan berkumpul dengan sanak keluarga dan teman-teman, sehingga penggunaan alat makan yang tajam harus dihindari.

Pada zaman dulu, gading gajah sering digunakan untuk membuat sumpit mahal di Tiongkok. Pengguna sumpit dari gading gajah adalah kalangan pejabat tinggi dan orang berada. Sumpit dari perak pernah digunakan istana kaisar di Tiongkok untuk mendeteksi racun yang mungkin dibubuhkan pada makanan. Sumpit akan berubah warna akibat reaksi kimia jika makanan telah diberi racun.

Pada abad ke-6 atau abad ke-8 Masehi, sumpit sudah merupakan merupakan alat makan yang umum bagi suku Uigur yang tinggal wilayah stepa Mongolia.

Di Thailand, sumpit hanya digunakan untuk makan mi dan sup setelah Raja Rama V memperkenalkan alat makan dari barat di abad ke-19.

# Ciri khas

Kualitas bahan dan bentuk sumpit bisa bermacam-macam, tapi sumpit umumnya terdiri dari sepasang tongkat pendek dan lurus yang mempunyai panjang yang sama. Di bagian pangkal sumpit kadang-kadang diberi hiasan dengan motif dekorasi atau gambar yang menarik agar pasangan sumpit tidak saling tertukar. Hiasan pada pangkal sumpit juga berfungsi sebagai pembeda bagian pangkal dengan bagian ujung sumpit. Bagian ujung sumpit digunakan untuk menjepit makanan sewaktu jari-jari tangan memegang bagian pangkal sumpit.

# Sumpit di berbagai negara

Panjang sumpit berbeda-beda bergantung pada negara asal sumpit. Sumpit dari Tiongkok biasanya lebih panjang dari sumpit Korea atau Jepang, dengan diameter bagian pangkal dan bagian ujung yang hampir sama. Bagian ujung sumpit tidak dibuat runcing agar tidak digunakan untuk menusuk makanan. Batang sumpit dari Tiongkok lebih berbentuk segi empat panjang supaya tidak mudah tergelincir dari meja. Plastik merupakan bahan pembuat sumpit yang populer di Tiongkok.

Sumpit Korea umumnya terbuat dari bahan logam dan lebih ceper dibandingkan sumpit dari Jepang dan Tiongkok. Sumpit dari Jepang sebagian besar terbuat dari kayu, lebih pendek dibandingan sumpit dari Korea atau Tiongkok dan mempunyai ujung sumpit yang langsing. Bagian ujung yang sangat langsing pada sumpit Jepang dimaksudkan untuk mengangkat tulang dari daging sewaktu orang Jepang makan ikan. Bagian ujung sumpit ada kalanya dibuat berulir agar makanan yang dijepit tidak jatuh.

Bambu dan kayu merupakan bahan pembuat sumpit sekali pakai yang banyak disediakan di restoran termasuk restoran-restoran di Indonesia. Waribashi (割箸 ,sumpit belah?) adalah sebutan untuk sumpit sekali pakai asal Jepang berbentuk sepotong kayu ringan yang diberi belahan di tengahnya tapi tidak dibelah sampai putus. Pemakai bisa membelah sendiri waribashi menjadi sepasang sumpit yang siap digunakan. Waribashi biasanya disediakan di restoran Jepang atau disisipkan sewaktu membeli paket makanan yang disebut bentō.

Di beberapa negara Asia Timur, sumpit yang panjangnya sekitar satu setengah kali sumpit untuk makan dipakai untuk memasak di dapur. Sumpit dapur digunakan untuk pekerjaan menumis dan menggoreng di dalam minyak yang banyak. Tempura digoreng dengan menggunakan sumpit dapur tebal dari kayu atau bahan logam.

# Etiket

Secara garis besar etiket penggunaan sumpit berlaku di semua negara walaupun ada perbedaan di sana-sini bergantung pada negara dan daerahnya.

* Sumpit biasanya tidak ikut diayun-ayunkan bersama gerakan tangan ketika sedang berbicara, dipukul-pukulkan ke meja atau digunakan untuk mendorong piring dan mangkok.
* Sumpit biasanya tidak dipakai untuk memilih-milih apalagi mengacak-acak makanan di piring lauk, dan makanan dilarang dikembalikan lagi kalau sudah diambil.
* Sumpit biasanya tidak digunakan untuk menusuk makanan seperti ketika menggunakan garpu, walaupun boleh saja digunakan untuk membelah sayur-sayuran atau kimchi yang masih berukuran besar.
* Sumpit biasanya tidak diletakkan begitu saja di atas meja, melainkan di atas serbet, di atas sandaran sumpit atau di atas mangkok.
* Di Tiongkok dan Jepang, sumpit dipegang di bagian tengah dan digunakan secara terbalik (bagian pangkal sumpit dijadikan bagian ujung sumpit) sewaktu memindahkan makanan dari piring makanan ke mangkuk nasi tapi bukan ke mulut. Di Korea cara memindahkan makanan dengan bagian pangkal sumpit justru dianggap tidak higienis.
* Mangkuk nasi boleh-boleh saja diangkat sampai ke depan mulut, tapi di Korea mangkok nasi harus tetap berada di atas meja.
* Sumpit dianggap tabu untuk ditusukkan berdiri di dalam mangkok berisi nasi karena menyerupai hio yang dinyalakan untuk mendoakan arwah orang yang meninggal.

# Cara memegang sumpit

Sumpit bisa dipegang dengan tangan kiri atau tangan kanan tergantung pada kebiasaan orang.

1. Batang sumpit pertama dipegang seperti memegang pensil yang dijepit di antara ibu jari, telunjuk, dan jari tengah.
2. Batang sumpit kedua diletakkan di antara jari tengah dan jari manis.
3. Pastikan kedua batang sumpit dalam keadaan sejajar.
4. Posisi kedua batang sumpit bisa dianggap benar jika bisa batang sumpit pertama bisa melakukan gerakan ke atas dan ke bawah secara berulang-ulang, sementara batang sumpit kedua dalam keadaan diam.

Di sebagian besar negara-negara Asia Timur, sumpit juga bukan satu-satunya alat makan yang ada di atas meja. Di Tiongkok dan Korea misalnya, sumpit digunakan bersama-sama dengan sendok dan sendok bebek. Dalam menikmati masakan Jepang, orang Jepang biasanya hanya memerlukan sumpit sebagai satu-satunya alat makan, walaupun sendok dan alat makan lainnya juga digunakan sesuai dengan makanan yang dihidangkan.

Marga T



Marga Tjoa (lahir 1943), yang lebih dikenal dengan nama Marga T, adalah salah seorang pengarang Indonesia yang paling produktif. Hingga kini Marga telah menerbitkan 128 cerita pendek dan 67 buku (untuk anak-anak, novel serta kumpulan cerpen).

Sejak kecil Marga telah banyak menulis. Karangan-karangannya pertama kali dimuat di majalah sekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia menghasilkan cerita pendeknya yang pertama, Kamar 27, yang kemudian disusul oleh bukunya yang pertama, Rumahku adalah Istanaku, sebuah cerita anak-anak, yang diterbitkan pada 1969.

Sebagai penulis, Marga adalah seorang pekerja keras. Ia dapat menghabiskan waktu empat hingga lima jam sehari dalam mengarang. Kedisiplinannya juga tampak dari kegiatannya membaca apa saja. "Masyarakat berhak memilih bacaan yang disukainya, tapi penulis tidak. Ia harus membaca tulisan siapa pun" begitu prinsip Marga. Karena itu ia rela mengeluarkan banyak uang untuk membeli novel.

Novelnya yang paling mutakhir, "Sekuntum Nozomi", buku ketiga, yang terbit pada 2004, mengangkat kisah seputar tragedi Mei 1998 yang menelan banyak korban khususnya di kalangan kaum perempuan keturunan Tionghoa.

Marga T juga pernah dianggap sebagai salah seorang penulis terbaik untuk jenis cerita hiburan sehat. Bahasanya sederhana dan lincah. Adegan-adegan asmara yang diungkapkannya tak tergelincir menjadi cengeng dan murahan. Bahkan sampai kepada pelukisan hubungan biologis pria-wanita, ia berhasil menyuguhkan cara yang tak membuat pembaca jijik atau bergidik. Tapi berbeda dengan buku-bukunya, Marga T seperti jauh dari publisitas. Ia selalu menolak permintaan beberapa koran dan majalah yang ingin berwawancara. Dipotretpun, ia kerap mengelak.

Marga T sendiri berhasil menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti, Jakarta. Ia senang membaca, mendengarkan musik, dan bisa bermain piano sedikit. Ia suka membaca buku-buku detektif, Marga sendiri pernah berniat menulis cerita tentang spionase.

Marga T enggan terkenal. “Khawatir kalau tidak lagi bebas naik bis atau nonton bioskop. Kalau sudah tidak bebas, habislah semua sumber cerita saya” katanya.

Namanya semakin melonjak ketika novel pertamanya Karmila di tahun 1971 dipublikasikan. Karmila kemudian difilmkan, dengan sutradara Ami Priyono. Novel Badai Pasti Berlalu kian membuat nama Marga T. melejit. Sukses kedua novel ini merangsang Marga untuk terus menulis. Karya-karyanya yang lain adalah Sebuah Ilusi, Gema Sebuah Hati, Sepotong Hati Tua dan banyak lagi.

Berbicara tentang kedudukannya sebagai dokter, penulis dan juga seorang istri, Marga berpendapat, “Bila seorang wanita sudah memilih untuk menikah, maka seharusnya kedudukan sebagai istrilah yang paling membahagiakan”


Marga T

Nama asli : Margaretha Harjamulia (Tjia Liang Tjoe)
Lahir : Jakarta, 27 Januari 1943
Pendidikan terakhir : Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Res Publica (Universitas Trisakti)
Profesi : Novelis dan dokter


# Bibliografi

Daftar berikut ini memuat sebagian dari karya Marga Tjoa:

* Sekuntum Nozomi (buku satu hingga keempat) - (2002-2006)
* Dibakar Malu dan Rindu (2003)
* Dipalu Kecewa dan Putus Asa (2001)
* Amulet dari Nubia (1999)
* Dicabik Benci dan Cinta (1998)
* Didera Sesal dan Duka (1998)
* Matahari Tengah Malam (1998)
* Melodi Sebuah Rosetta (1996)
* Dikejar Bayang-bayang (1995)
* Sepagi Itu Kita Berpisah (1994)
* Rintihan Pilu Kalbuku (1992)
* Seribu Tahun Kumenanti (1992)
* Berkerudung Awan Mendung (1992)
* Sonata Masa Lalu (1991)
* Bukan Impian Semusim (1991)
* Namamu Terukir di Hatiku (1991)
* Istana di Kaki Langit (1990)
* Petromarin (1990)
* Waikiki Aloha: kumpulan satir (1990)
* Kobra Papageno: Manusia Asap dari Pattaya (1990)
* Kobra Papageno: Rahasia Kuil Ular (1989)
* Di Hatimu Aku Berlabuh (1988)
* Ketika Lonceng Berdentang: cerita misteri (1986)
* Kishi: buku kedua trilogi (1987)
* Batas Masa Silam: Balada Sungai Musi (1987)
* Oteba: buku ketiga trilogi (1987)
* Ranjau-ranjau Cinta (1987)
* Sekali dalam 100 tahun: kumpulan satir (1988)
* Tesa (1988)
* Sembilu Bermata Dua (1987)
* Setangkai Edelweiss: sambungan Gema Sebuah Hati (1987)
* Untukmu Nana (1987
* Saskia: sebuah trilogi (1987)
* Bukit Gundaling (1984)
* Rahasia Dokter Sabara (1984)
* Saga Merah (1984)
* Fatamorgana (1984)
* Monik: sekumpulan cerpen (1982)
* Sebuah Ilusi (1982)
* Lagu Cinta: kumpulan cerpen (1979)
* Sepotong Hati Tua (1977)
* Bukan Impian Semusim (1976)
* Gema Sebuah Hati (1976)
* Badai Pasti Berlalu (1974)
* Karmila (1971, dibukukan (1973)
* Rumahku adalah Istanaku (1969)

Angpao



Angpao (Hanzi: 紅包, hanyu pinyin: hong bao) adalah bingkisan dalam amplop merah yang biasanya berisikan sejumlah uang sebagai hadiah menyambut tahun baru Imlek.

Namun angpao sebenarnya bukan hanya monopoli perayaan tahun baru Imlek semata karena angpao melambangkan kegembiraan dan semangat yang akan membawa nasib baik, sehingga angpao juga ada di dalam beberapa perhelatan penting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang bersifat suka cita.

Angpao pada tahun baru Imlek mempunyai istilah khusus yaitu "Ya Sui", yang artinya hadiah yang diberikan untuk anak-anak berkaitan dengan pertambahan umur atau pergantian tahun. Di zaman dulu, hadiah ini biasanya berupa manisan, permen dan makanan. Untuk selanjutnya, karena perkembangan zaman, orang tua merasa lebih mudah memberikan uang dan membiarkan anak-anak memutuskan hadiah apa yang akan mereka beli.

Tradisi memberikan uang sebagai hadiah Ya Sui ini muncul sekitar zaman Ming dan Qing. Dalam satu literatur mengenai Ya Sui, Qian, dituliskan bahwa anak-anak menggunakan uang untuk membeli petasan dan manisan. Tindakan ini juga meningkatkan peredaran uang dan perputaran roda ekonomi di Tiongkok di zaman tersebut.

Angpao pada jaman dulu disebut dengan Angpao. Uang kertas pertama kali digunakan di Tiongkok pada zaman Dinasti Song, namun baru benar-benar resmi digunakan secara luas di zaman Dinasti Ming. Walaupun telah ada uang kertas, namun karena uang kertas nominalnya biasanya sangat besar sehingga jarang digunakan sebagai hadiah Ya Sui kepada anak-anak.

Pada jaman dulu pula karena nominal terkecil uang yang beredar di Tiongkok adalah keping perunggu (wen atau tongbao). Keping perunggu ini biasanya berlubang segi empat di tengahnya. Bagian tengah ini diikatkan menjadi untaian uang dengan tali merah. Keluarga kaya biasanya mengikatkan 100 keping perunggu buat Ya Sui orang tua mereka dengan harapan mereka akan berumur panjang.

Pemberian Angpao bermakna bagi orang Tionghoa yang menitik beratkan banyak masalah pada simbol-simbol, demikian pula halnya dengan tradisi Ya Sui ini. Sui dalam Ya Sui berarti umur, mempunyai lafal yang sama dengan karakter Sui yang lain yang berarti bencana. Jadi, Ya Sui bisa disimbolkan sebagai "mengusir atau meminimalkan bencana" dengan harapan anak-anak yang mendapat hadiah Ya Sui akan melewati 1 tahun ke depan yang aman tenteram tanpa halangan berarti.

Di dalam tradisi Tionghoa, orang yang wajib dan berhak memberikan angpao biasanya adalah orang yang telah menikah, karena pernikahan dianggap merupakan batas antara masa anak-anak dan dewasa. Selain itu, ada anggapan bahwa orang yang telah menikah biasanya telah mapan secara ekonomi. Selain memberikan angpao kepada anak-anak, mereka juga wajib memberikan angpao kepada yang dituakan.

Bagi yang belum menikah, tetap berhak menerima angpao walaupun secara umur, seseorang itu sudah termasuk dewasa. Ini dilakukan dengan harapan angpao dari orang yang telah menikah akan memberikan nasib baik kepada orang tersebut, dalam hal ini tentunya jodoh. Bila seseorang yang belum menikah ingin memberikan angpao, sebaiknya cuma memberikan uang tanpa amplop merah.

Namun tradisi di atas tidak mengikat. Sekarang ini, pemberikan angpao tentunya lebih didasarkan pada kemapanan secara ekonomi, lagipula makna angpao bukan sekedar terbatas berapa besar uang yang ada di dalamnya melainkan lebih jauh adalah bermakna senasib sepenanggungan, saling mengucapkan dan memberikan harapan baik untuk 1 tahun ke depan kepada orang yang menerima angpao tadi.

Jumlah uang yang ada dalam sebuah amplop angpao bervariasi. Untuk perhelatan yang bersifat suka cita biasanya besarnya dalam angka genap, angka ganjil untuk kematian. Oleh karena angka 4 terasosiasi dengan ketidak beruntungan - pelafalan angka 4 bisa berarti "mati" - maka jumlah uang dalam amplop angpao tidak berisi 4. Walaupun demikian, angka 8 terasosiasi untuk keberuntungan - pelafalan angka 8 berarti "kekayaan". Makanya jumlah uang dalam amplop angpao seringkali merupakan kelipatan 8.

Sun Wukong



Di Tiongkok, hampir setiap orang mengetahui cerita dongeng yang diceritakan dalam novel “Catatan Perjalanan ke Barat”. Novel klasik yang termasyhur ini telah melahirkan pengaruh besar di Tiongkok malahan di dunia. Penulis novel tersebut adalah Wu Chengen pada zaman Dinasti Ming (tahun 1368 – tahun 1644).

Wu Chengen dilahirkan di Huai An Provinsi Jiangsu di timur Tiongkok. Sejak kecil beliau sangat cerdik. Beliau pandai melukis dan menulis kaligrafi dan juga gemar menulis sajak, menggubah musik dan bermain catur. Selain itu, beliau telah mengumpulkan banyak karya pelukis dan ahli kaligrafi ternama. Walaupun beliau terkenal dengan bakat kesastraan di kampung halamannya, tetapi beliau tidak dapat jabatan kerajaan karena berkali-kali gagal dalam ujian kerajaan sehingga hidup dalam kemiskinan dan benci terhadap masyarakat yang tidak adil.

Sebab tidak berdaya mengubah kenyataan, maka beliau menggambarkan kemarahan terhadap keburukan masyarakat dan hasrat sendiri dalam novel “Catatan Perjalanan ke Barat”.

Novel "Xiyouji" atau "Ziarah Ke Barat" karya Wu Cheng'en, sebagai salah satu dari empat novel klasik terkenal Tiongkok mempunyai kedudukan khusus dalam sejarah kesusastraan Tiongkok. Novel ini dikarang dengan mengambil cerita ziarah Biksu Tang Xuanzang Tiongkok ke India pada abad ke-9 yang tersebar di kalangan rakyat. Ziarah Ke Barat adalah novel mitos panjang pertama Tiongkok. Melalui cerita tentang 81 kesulitan atau malapetaka yang dialami oleh Biksu Tang Xuanzang dan muridnya dalam perjalanan berziarah ke India untuk mengambil kitab suci agama Buddha, novel ini berhasil memanifestasikan keadaan nyata yang terdapat di dunia sejati. Dalam novel itu dilukiskan tokoh-tokoh manusia, dewa dan siluman binatang.

Tokoh utama dalam novel itu antara lain Sun Wukong, si kera yang serba bisa dan maha berani serta Zhu Bajie yang gemuk dan lucu. Pengarang berhasil memadukan agama Budha dan agama Tao Tiongkok dalam jalur cerita sehingga sangat berciri khas Tiongkok.

Suona



Alat musik Suona (唢呐) atau Oboe Tiongkok sering memegang peran penting dan ditambahkan pada orkestra Divine Performing Arts (DPA) yang memiliki citra khas Tiongkok. Alat ini juga sering dipertunjukkan dalam beberapa permainan solo untuk mensupport pemain dengan karakter lucu di atas panggung, seperti halnya biksu Qigong yang dianggap gila.

Oboe Tiongkok, suona tradisional adalah sebuah instrumen tiup kayu dengan banyak ragam model dan memiliki sejarah yang panjang. Instrumen dari buluh yang berbentuk kerucut dan diukir dari kayu dengan menonjolkan 7 lubang-jari di bagian depan dan 1 lubang-jari di bagian belakang. Bahan dasarnya yang dari kayu ditutup dengan sebuah pipa tembaga dan sebuah bel kuningan dipasang di bagian ujung bawah.

Suona dapat menghasilkan suatu kualitas bunyi yang sangat bervariasi. Alat ini dapat menciptakan yang sangat keras dan mendalam, sehingga sangat cocok untuk menggambarkan emosi kegembiraan dan kesedihan yang meluap, karenanya sangat populer untuk acara-acara pernikahan, prosesi-prosesi pemakaman dan untuk keperluan militer. Tetapi alat musik ini juga menjadi sangat lembut dan sentimental, tergantung pada teknik peniupan. Ia sering digunakan sebagai instrumen pendamping untuk opera-opera daerah Tiongkok.

Tiga bagian dari suona, yaitu pipa, peluit dan terompet dapat dipisahkan dan dimainkan sendiri-sendiri, yang bahkan dapat memberikan lebih banyak kemungkinan bagi pemainnya untuk berkreasi.

Bunyi siulan, kegembiraan dan suara melengking (yang hanya bisa disuarakan oleh suona) membuatnya mampu menirukan suara nyanyian burung. Suona solo yang paling populer adalah “Bai Niao Chao Feng” (Penghormatan pada Burung Phoenix) dimana ratusan berbagai macam burung mengeluarkan suara mereka untuk memberi hormat pada raja burung Phoenix yang legendaris.

Dalam sistem pentatonik Tiongkok, bunyi suona berjarak 2 oktaf, yang tidak sama dengan konsep nada Barat. Oleh karena itu, saat tampil bersama orkestra Barat, para pemain suona akan membawa bersama mereka lebih dari satu alat instrumen untuk mengimbangi skala pada nada-nada musik Barat.

Pada abad ke-20, jarak bunyi suona diperluas dan suona dengan nada lebih tinggi dan lebih rendah telah diciptakan. Bass suona dapat lebih dari 1 yard, dan yang terkecil panjangnya hanya beberapa inch.

Sejarah Suona

Seperti halnya instrumen tradisional Tiongkok yang lain, suona berumur ratusan tahun. Awalnya dikatakan bahwa berasal dari daerah Timur Tengah atau India dimana telah dikenal beberapa macam instrumen yang hampir serupa, dan dari sana lalu mencapai Tiongkok pada abad ke-3. Permainan suona terlukis diantara lukisan dewa-dewa Buddha pada gua Krizil Grottos yang ke-38 di Baicheng-Xinjiang. Gua itu digali pada abad ke-4.

Setelah abad ke-16, suona menjadi musik instrumen dari istana kerajaan Dinasti Ming dan sejak itu telah menjadi salah satu instrumen tiup yang paling populer dari suku Han. Lebih dari 20 etnis Tionghoa minoritas memainkan suona ini. Tetapi ia juga ditemukan di lebih dari 30 negara-negara di Asia, Afrika dan Eropa.

Karena suona dapat ditiup dengan memakai setiap teknik yang sesuai instrumen tiup dan dapat menghasilkan suara-suara yang berbeda, ia juga telah diadaptasi oleh musisi jazz dan rock.

Tuesday, September 8, 2009

Ba Xian - Delapan Dewa



Lukisan di atas berjudul Delapan Dewa menyeberangi lautan. Searah jarum jam dimulai dari buritan kapal adalah : He Xiangu, Han Xiang Zi, Lan Caihe, Li Tieguai, Lü Dongbin, Zhongli Quan, Cao Guojiu dan yang di luar kapal adalah Zhang Guo La.

Delapan Dewa atau dalam bahasa Mandarin disebut Ba Xian (Hanzi:八仙) berasal dari mitologi Taoisme, dan termasuk dewa dewi terkenal dalam kisah klasik Tionghoa. Mereka adalah simbol keberuntungan bagi masyarakat Tionghoa. Masing-masing dewa mewakili 8 kondisi kehidupan : anak muda, lansia, kemiskinan, kekayaan, rakyat jelata, ningrat, pria dan wanita. Diceritakan bahwa sebagian besar dilahirkan di zaman dinasti Tang dan dinasti Sung. Walaupun penjelasan mengenai mereka telah ada sejak dinasti Tang, namun pengelompokkan ke dalam kategori delapan dewa baru terjadi pada masa dinasti Ming.

Ke delapan dewa tersebut adalah:

* Zhong Li Quan
* Li Tie Guai
* Lü Dong Bin
* Zhang Guo Lao
* He Xian Gu
* Lan Cai He
* Han Xiang Zi
* Cao Guo Jiu

Delapan Dewa adalah salah satu tema favorit dari seniman-seniman Tiongkok dan kebanyakan menjadi objek yang digambarkan dalam keramik dan porselen. Mereka juga banyak muncul dalam literatur Tiongkok.

Kisah-Kisah Delapan Dewa:

* Zhongli Quan Mempelajari Tao
* Ah Guang Bertemu Dewa
* Kuil Guolao
* Zhang Guolao dan Keledai Kertas
* Lu Dongbin Mencapai Keabadian
* Pagoda Bangau Kuning
* Li Tieguai Bertobat
* Jembatan Tempat Melihat Dewa
* Cao Guojiu, Sang Paman Kaisar
* Cao Guojiu dan Saudagar Kain
* Cao Guojiu Menghukum Tong Shanren
* Lan Caihe dan Jembatan Batu Giok
* Keindahan Suara Suling
* Han Xiangzi Memperdaya Kaisar
* Han Xiangzi Melukis Naga
* He Xiangu dan Bunga Teratai
* He Xiangu dan Jembatan Pendaratan Kuda
* He Xiangu Tidak Mematuhi Perintah